إاَلْحَمْدُ لِلَّهِ الْمَحْمُوْدِ عَلَى كُلِّ حَالٍ،
اَلْمَوْصُوْفِ بِصِفَاتِ الْجَلاَلِ وَالْكَمَالِ، الْمَعْرُوْفِ بِمَزِيْدِ
اْلإِنْعَامِ وَاْلإِفْضَالِ. أَحْمَدُهُ سُبْحَاَنَهُ وَهُوَ الْمَحْمُوْدُ عَلَى
كُلِّ حَالٍ.
َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
أَمَّا بَعْدُ؛ يَا أَيُّهَا النَّاسُ
أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
Ma’asyirol Muslimin Jama’ah Jum’at Rohimakumullah,
Segala puji
hanya untuk Allah Rabbul ‘Alamin. Tiada Dzat yang patut disembah, di-ibadahi,
dipuji dan ditaati, Dialah Al-Khaliq yang telah menurunkan Islam sebagai aturan
yang adil, agung lagi mulia yang merupakan rahmat dan nikmat bagi seluruh alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan oleh Allah kepada penutup para
Nabi dan Rasul Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa Salam beserta keluarga, para
sahabat, dan para pengikutnya yang setia berjuang untuk menyebarkan risalah
Islam ke seluruh penjuru dunia.
Tak
lupa pula kami sebagai khotib pada kesempatan ini, berpesan dan berwasiat
marilah kita meningkatkan ketaqwaaan kita
kepada Allah SWT, taqwa dalam arti menjalankan perintah Allah dengan
penuh keikhlasan dan meninggalkan
larangan Allah SWT
dengan penuh kesabaran.
Adapun judul khutbah
Jum’at yang akan saya sampaikan pada kesempatan ini adalah “Merenungi Perjalanan Abadi Manusia”.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah
Setiap orang beriman pasti akan menyadari bahwa ketika ia hidup di dunia
ini, ia akan hidup dalam batas waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh
penciptanya, Allah SWT. Usia manusia berbeda satu sama lainnya, begitu juga
amal dan bekalnya. Setiap orang yang beriman amat menyadari bahwa mereka tidak
mungkin selamanya tinggal di dunia ini. Mereka memahami bahwa mereka sedang
melalui perjalanan menuju kepada kehidupan yang kekal abadi. Sungguh sangat
berbeda dan berlawanan sekali dengan kehidupan orang-orang yang tidak beriman.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-A’la ayat 16-17 :
Artinya : “Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih
kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”.( Al-Qur’an surat Al-A’la ayat 16-17)
Sayangnya, kesadaran ini seringkali terlupakan oleh kita. Padahal bukan
tidak mungkin, hari ini, esok, atau lusa, perjalanan itu harus kita lalui,
bahkan dengan sangat tiba-tiba. Jiwa manusia yang selalu digoda oleh syaithon,
diuji dengan hawa nafsu, kemalasan bahkan lupa, kemudian menjadi lemah semangat
dalam mengumpulkan bekal dan beribadah, membuat kita menyadari sepenuhnya bahwa
kita adalah manusia yang selalu membutuhkan siraman-siraman suci berupa
ayat-ayat Al-Quran, mutiara-mutiara sabda Rosulullah, ucapan hikmah para ulama,
bahkan saling menasehati dengan penuh keikhlasan dengan sesama saudara seiman.
Sehingga kita tetap berada pada jalan yang benar, istiqomah melalui sebuah
proses perjalanan menuju Ridho Allah SWT.
Jama’ah Jum’at yang diberkahi
Allah,
Jika kita membuka kembali lembaran kisah salafus shalih, kita akan
menemukan karakteristik amal yang berbeda satu dengan yang lainnya. Ada
diantara mereka yang konsent pada bidang tafsir, hadits, fiqih, pembersihan
jiwa dan akhlak, atau berbagai macam ilmu pengetahuan lainnya.
Namun, satu persamaan yang didapat dari para ulama tersebut, yaitu
kesungguhan mereka beramal demi memberikan kontribusi terbaik bagi sesama.
Sebuah karya yang tidak hanya bersifat pengabdian diri seorang hamba kepada
Penciptanya saja, namun juga mempunyai nilai manfaat luar biasa bagi generasi
berikutnya. Marilah kita renungi firman Allah dalam surat Al-Qashash ayat 77 :
Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan”.(QS Qashash ayat 77)
Dari ayat ini kita dapat mengambil pelajaran penting, tentang beberapa prinsip yang perlu kita ketahui bersama tentang keberadaan kita di dunia ini :
Pertama, prinsip mengutamakan kebahagiaan hidup di akherat. Prinsip ini menghendaki
agar dalam melaksanakan kehidupan di dunia, kita senantiasa mengutamakan
pertimbangan nilai akherat. Namun perlu dipahami, mengutamakan kebahagiaan
akherat bukan berarti kebahagiaan duniawi diabaikan begitu saja, sebab amal
akherat tidak berdiri sendiri dan terlepas dari amal duniawi. Sungguh amat
banyak amalan akherat yang berhubungan erat dalam mewujudkan kebahagian
duniawi.
Kedua, prinsip ‘ahsin’ yaitu senantiasa menghendaki kebaikan. Bila seseorang
menanamkan prinsip ini dalam dirinya, niscaya ia akan menunjukkan diri sebagai
orang yang pada dasarnya selalu menghendaki kebaikan. Ia akan senantiasa
berprasangka baik kepada orang lain, selalu berusaha berbuat baik dan
berkata baik dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Ketiga, adalah prinsip ‘walaa tabghil fasada fil ardh’ yaitu prinsip untuk tidak berbuat kerusakan. Terjadinya
kerusakan alam, kerusakan moral, kerusakan dalam tatanan kehidupan masyarakat
sering kali terjadi karena sudah hilangnya kesadaran akan tujuan hidup yang
sesungguhnya, sehingga orang lupa bahwa sesungguhnya ia tidak dibiarkan begitu
saja, tetapi ia akan mempertanggung jawabkan segala perbuatannya dihadapan
Allah kelak.
Jama’ah Jum’at yang disayangi
Allah,
Allah swt mengingatkan kita dengan firman-Nya dalam surat
Al-Baqarah ayat 197 :
Artinya “: Berbekallah, dan
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.”
Firman Allah SWT di atas
memiliki makna
tersirat bahwa manusia memiliki dua bentuk perjalanan, yakni perjalanan di
dunia dan perjalanan dari dunia. Perjalanan di dunia memerlukan bekal, baik
berbentuk makanan, minuman, harta, kendaraaan dan sebagainya.
Sementara perjalanan dari dunia juga memerlukan bekal. Namun perbekalan yang
kedua lebih penting dari perbekalan dalam perjalanan
pertama. perbandingan antara keduanya yaitu :
Pertama, perbekalan dalam perjalanan di dunia, akan
menyelamatkan kita dari penderitaan yang belum tentu terjadi. Tapi perbekalan untuk perjalanan dari dunia menuju akhirat, akan
menyelamatkan kita dari penderitaan yang pasti terjadi.
Kedua, perbekalan dalam perjalanan di dunia, setidaknya
akan menyelamatkan kita dari kesulitan sementara, tetapi perbekalan untuk
perjalanan dari dunia menuju akhirat, akan menyelamatkan kita dari
kesulitan yang tiada tara..
Ketiga, perbekalan dalam perjalanan di dunia
akan menghantarkan kita pada kenikmatan dan pada saat yang sama mungkin saja
kita juga mengalami rasa sakit, keletihan dan kepayahan. Sementara perbekalan
untuk perjalanan dari dunia menuju akhirat, akan membuat kita terlepas dari
marabahaya apapun dan terlindung dari kebinasaan yang sia-sia.
Keempat, perbekalan dalam perjalanan di dunia memiliki
karakter bahwa kita akan melepaskan dan meninggalkan sesuatu dalam perjalanan.
Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia menuju
akhirat, memiliki karakter, kita akan lebih banyak menerima dan
semakin lebih dekat dengan tujuan.
Kelima, perbekalan dalam perjalanan di dunia akan
mengantarkan kita pada kepuasan syahwat dan hawa nafsu. Sementara perbekalan
untuk perjalanan dari dunia menuju akhirat, akan
semakin membawa kita pada kesucian dan kemuliaan.
Sesungguhnya
perjalanan itu cukup berat, dan masih banyak bekal yang perlu disiapkan. Semua
kita pasti tahu amal
ibadah yang sudah kita siapkan untuk menuju akhirat. Jika
kita anggap amal
ibadah itu masih kurang, tentu kita tidak akan rela seandainya
tidak lama lagi ternyata kita harus segera menempuh perjalanan menuju akhirat
itu maka dari
itulah kita seharusnya semaksimal mungkin untuk menyiapkan bekal menuju
kehidupan yang kekal. Kerjakanlah semua yang diperintahkan oleh allah swt,
jangan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan allah swt,
Karena Nabi kita Muhammad
SAW memperingatkan agar ummat Islam tidak mematuhi suruhan siapapun yang
bertentangan dengan aturan Allah SWT. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam
Bersabda:
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ اللهِ (رواه أحمد ف مسنده 20191).
Artinya : “Tidak ada ketaatan bagi makhluk dalam maksiat
pada Allah” ( Hadits Riwayat Ahmad, dalam Musnadnya nomor 20191).
Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah SWT,
Demikianlah
khutbah yang dapat saya sampaikan, semoga dengan khutbah yang singkat ini,
dapat bermanfaat bagi kita semua dalam rangka menambah keimanan dan ketaqwaan
kepada Allah SWT dan semoga kita selalu disertakan kekuatan oleh allah SWT dan
tuntunan menuju ridho Allah SWT, Aamiin Yaa Robbal ‘Aalamiin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ ..................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Enter your comment here